Rintik

Rintik air yang kadang-kadang jatuh itu menghawatirkanku. Aku takut buku-buku lain jadi korban yang baru. Sudah 2 buku tulisku terpapar rintik air itu, basah. Kemudian mereka menjadi rusak karena basah yg kemudian kering memaksa lembaran-lembaran mereka bergelombang jelek. Aku tersiksa melihat mereka. Selain karena aku harus membeli buku tulis baru, aku harus menulis ulang. Untung bukan salah satu koleksi buku serong bacaanku.

Jangan berlebihan begitu, berharap melankolis. Rintik air itu bukan rintik hujan, duniaku tidak sepuitis itu. Mereka adalah udara yang mengembun di pendingin ruangan, jatuh vertikal menghantam tumpukan buku-buku dibawahnya. Sesuai hukum fisika, pikirku. Tapi tidak dengan hukum jam dinging. Rintik air itu menghawatirkanku. Selain karena takut ia membasahi buku-buku bacaanku, aku takut dia dibenci jam dinding.

Kalau televisi kubuat bisu, biasanya hanya jam dindinglah yang berkuasa. Ia tak bisa aku hentikan. Jadi dia sombong. Hari-hari ini rintik air itu mengganggunya. Rintik air itu punya waktunya sendiri kapan ia akan terjun payung kebawah tanpa persiapan, tanpa pengumuman. Rintuk air itu tidak bisa diprediksi, walaupun ingin kubuat bisu.

Related posts:

As cryptocurrencies specifically, and crypto assets in general, suffered a downfall in their prices throughout 2018, blockchain and distributed ledger technologies have seen a significant rise in…

Son muchos los estudios sobre violencia digital, que dan cuenta de una marcada prevalencia de los hombres como agresores cibernéticos o que sitúan a la mujer como la principal víctima de actos…

With the world population at 7.5 billion people, and those that identify as Christian at 2.4 billion, there is still much to be done. Pero buti nalang, endless ang opportunity natin to share Jesus…